Cilegon, Afiliasinews.info | Ketegangan antara Serikat Pekerja dan Manajemen PT. Bungasari Flour Mills Indonesia semakin memanas. Klarifikasi resmi yang disampaikan oleh Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (PUK SPKEP) Bungasari menuding perusahaan telah melakukan pelanggaran serius terhadap hak-hak dasar pekerja, termasuk indikasi kuat praktik union busting serta intimidasi administratif terhadap pengurus serikat.
‎Dalam pernyataan resminya, PUK SPKEP Bungasari membantah klaim HR Operation Manager PT. Bungasari, Pandu Dewayana, yang menyebut lima tuntutan buruh sudah dijawab sebelum aksi demonstrasi terjadi. Serikat menilai klaim tersebut menyesatkan dan tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
‎
‎Tudingan Manipulatif dalam Check Off System (COS)
‎Terkait sistem pemotongan otomatis iuran serikat (Check Off System), perusahaan disebut hanya menjalankan uji coba yang cacat teknis dan administratif. Padahal, kesepakatan bersama awal tahun 2025 menyebutkan COS harus sudah berjalan dengan anggaran yang disiapkan. Namun hingga penggajian Mei 2025, sistem ini belum terealisasi.
‎Bonus dan Kenaikan Gaji Tanpa Perundingan
‎PUK SPKEP juga mengecam keputusan sepihak manajemen dalam pemberian bonus dan kenaikan upah tanpa melibatkan serikat pekerja. Tidak adanya perjanjian bersama serta keterlambatan pemberian slip gaji selama tiga bulan dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap prinsip transparansi dan kemitraan industrial yang sehat.
‎Mutasi Sepihak: Indikasi Union Busting?
‎Kecaman terbesar datang atas mutasi sepihak terhadap Sekretaris PUK SPKEP Bungasari, yang dilakukan tepat saat pengurus serikat memantau implementasi perjanjian terkait bonus dan upah. Mutasi itu dilakukan tanpa dialog, dan bertepatan dengan momen krusial dalam proses advokasi buruh.
‎”Ini bukan kebetulan administratif, ini strategi membungkam. Mutasi ini adalah bentuk pemberangusan serikat yang jelas bertentangan dengan UU No. 21 Tahun 2000,” tegas pernyataan PUK SPKEP.
‎Intimidasi Bertubi-tubi Melalui Surat Peringatan
‎Tak berhenti pada mutasi, manajemen diduga menerapkan tekanan administratif berupa SP beruntun kepada pengurus serikat. SP 1 dan SP 2 diberikan secara berdekatan, bahkan yang kedua dikirim ke rumah pribadi meski pengurus sedang berada di lokasi kerja. Serikat menduga langkah ini diarahkan untuk menuju PHK sepihak.
‎Sorotan Kritis Terhadap Dinas Ketenagakerjaan Kota Cilegon
‎Yang paling disorot oleh PUK SPKEP adalah sikap diam dan tidak responsif Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Cilegon. Lembaga pemerintah yang seharusnya menjadi penengah dan pengawas justru dinilai pasif di tengah dugaan pelanggaran serius ini.
‎
‎”Ketika mutasi diskriminatif terjadi, Disnaker tidak menunjukkan keberpihakan terhadap prinsip keadilan. Bahkan saat intimidasi administratif terjadi secara terang-terangan, tak ada satu pun langkah korektif dari mereka,” tegas PUK SPKEP dalam pernyataannya.
‎PUK SPKEP Bungasari mendesak:
- ‎Disnaker Kota Cilegon segera turun tangan secara profesional dan independen.
- Kementerian Ketenagakerjaan RI, Komnas HAM, dan Ombudsman ikut mengawasi pelanggaran hak dasar pekerja.
- PT Bungasari segera membatalkan mutasi dan mencabut seluruh SP terhadap pengurus serikat.
‎Dugaan praktik union busting di PT Bungasari tidak bisa dianggap remeh. Fakta-fakta yang disampaikan oleh PUK SPKEP Bungasari mencerminkan gejala sistemik pembungkaman hak berorganisasi yang dilindungi undang-undang. Sikap pasif dari instansi pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Ketenagakerjaan Kota Cilegon, bisa dianggap sebagai pembiaran terhadap pelanggaran hukum yang merugikan buruh dan demokrasi industrial.
‎
‎Ketika perlindungan terhadap serikat pekerja diabaikan, yang lahir bukanlah iklim kerja yang sehat, melainkan ketakutan dan tekanan. Pemerintah tidak boleh berdiam diri lebih lama. Sudah saatnya keberpihakan kepada konstitusi dan keadilan industrial ditunjukkan secara nyata.
‎
‎