Jakarta, Redaksinews.ID – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Baparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno berharap Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang (Panja RUU) Kepariwisataan mampu merumuskan produk hukum yang lebih adaptif dan responsif dalam upaya mewujudkan kehadiran pariwisata berkualitas dan berkelanjutan.
“Dari sisi kebijakan, anggaran dan keterlibatan harus kita tata dengan lebih baik. UU Nomor 10 tahun 2009 sudah hampir 15 tahun, harus sama-sama kita rancang untuk memberikan kontribusi yang lebih signifikan kedepan,” kata Menparekraf Sandiaga, di The Westin Jakarta, Senin.
RUU Kepariwisataan adalah regulasi yang diusulkan DPR RI dan DPD RI untuk merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih signifikan. Hal ini disebabkan sektor pariwisata memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap devisa negara. Tercatat tahun 2023, nilai devisa pariwisata yang telah mencapai 14 miliar dolar AS dari target 7,08-9,99 miliar dolar AS. Dengan kontribusi sektor parekraf terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 3,9 persen. Dan nilai tambah ekonomi kreatif yang mencapai Rp1.414,77 triliun.
Perubahan yang pesat di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Terutama dipicu oleh COVID-19 dan preferensi para wisatawan global yang semakin beragam.
“Untuk itu, saya mengajak semua pihak untuk saling mendukung dan berkolaborasi. Mudah-mudahan hasil dari UU Kepariwisataan ini bisa memberikan kepastian hukum maupun juga landasan untuk kita lebih bermanfaat bagi masyarakat untuk kemajuan Indonesia,” kata Sandi.
Wakil Ketua Komisi X DPR Agustina Wilujeng Pramestuti menyampaikan hingga saat ini sudah dilakukan setidaknya lima kali sidang yang tidak hanya membahas RUU Kepariwisataan tetapi juga berada dalam pembahasan RAPBN.
“Sehingga kita berada pada kemajuan yang cukup bagus,” kata Agustina.
Dalam draft RUU Kepariwisataan ada sederet poin pembahasan. Diantaranya memutuskan ada paradigm shift. Pariwisata harus diatur berdasarkan sebuah paradigma yang baru, yang sudah digunakan oleh negara-negara yang pariwisatanya maju.
“Bahwa untuk melakukan sesuatu pemerintah kabupaten, daerah, wilayah, kemudian kebudayaan yang ada disitu harus diteliti sedemikian rupa dan menjadi bagian yang menikmati kalau ada kemajuan pariwisata,” katanya.
Selanjutnya, baik mass tourism maupun sustainable tourism harus dikelola dengan baik yang tentu disesuaikan dengan kategori atau kriteria tiap destinasi. Sehingga keduanya mampu menaikkan peran pariwisata sebagai kontributor pendapatan negara. Kemudian, penguatan identitas bangsa. Dimana penguatan perekonomian dan pertahanan bangsa dengan menjaga nilai-nilai kemasyarakatan, adat istiadat, kekayaan alam, warisan budaya sebagai peradaban bangsa yang pengenalannya dimulai dari pendidikan.
“Di dalam draft RUU kita berupaya mengatur hal itu. Bahwa budaya, tata nilai, dan lain sebagainya harus diperkenalkan melalui dunia pendidikan sejak dini. Lalu itu menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomi,” ungkap Agustin.
Adapun poin pembahasan RUU Kepariwisataan lainnya seperti sistem tata kelola destinasi pariwisatanya adalah Destination Management Organization serta mengarahkan atau menjadikan pariwisata sebagai sektor prioritas pembangunan.
“Mudah-mudahan draft ini bisa disempurnakan dalam waktu dekat,” kata Agustin.