Tangerang, Afiliasinews.com – Sebanyak 35 warga Negara Indonesia (WNI) dideportasi dari Manila lantaran melanggar hukum yakni menjadi pelaku online scamming serta operator judi online internasional di Filipina.
Direktur Perlindungan WNI Kemenlu Judha Nugraha mengatakan, pemulangan puluhan WNI itu hasil kerja sama pihaknya dengan Polri serta Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Manila.
“Sebanyak 35 WNI dideportasi dari Filipina. Mereka bekerja sebagai pelaku online scamming (penipuan secara daring-red),” terang Judha di Bandara internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Rabu (23/10) dini hari.
Baca juga: Polisi lakukan pengamanan tamu negara di Bandara Soetta
Menurut Judha, berdasarkan informasi dari Polri dan KBRI Manila, Kepolisian Filipina telah melakukan razia dan penggerebekan perusahaan judi online pada 31 Agustus 2024 lalu.
Penggerebekan ini menyusul pengumuman Presiden Filipina Ferdinand Marcos JR dalam pidato kenegaraannya yang memerintahkan penghentian operasional seluruh perusahaan POGO.
Pada penggerebekan di Perusahan POGO (Philipies Offshore Gaming Operator) tersebut ditemukan sebanyak 162 pekerja online scamming dari berbagai negara, yang 69 di antaranya dari Indonesia.
“Dari 69 WNI dua di antaranya ditetapkan menjadi tersangka oleh Kepolisian Filipina dan empat orang sebagai saksi korban, serta sisanya sebagai pelaku online scamming yang 35 di antaranya hari ini dipulangkan,” terang Jhuda.
Baca juga: Program Poliran, Kapolda Banten Terima Bantuan Peralatan dan Benih Pertanian
Jhuda menambahkan, dari tahun 2020 hingga semester pertama 2024, total Pemerintah Indonesia telah menangani sebanyak 4.730 kasus online scamming di delapan negara, terbanyak di Kamboja dan Filipina.
Menurut Judha, kasus itu menjadi pembelajaran bahwa tidak seluruhnya online scamming adalah korban perdagangan orang. Namun ada yang dengan sadar warga Indonesia bekerja di sektor tersebut.
Judha mengimbau warga Indonesia agar berhati-hati terhadap berbagai macam tawaran bekerja di luar negeri melalui media sosial yang menjanjikan gaji tinggi, tanpa meminta kwalifikasi khusus dan visa kerja, serta tidak ada kontrak kerja.
“Sesuai Undang-Undang nomor 18 tahun 2017, Pemerintah tidak menempatkan pekerja migran Indonesia di sektor yang dilarang seperti judi online, kendati di Kamboja di-legalkan,” pungkas Judha.
Baca juga: Jelang pelantikan Presiden, Polda Metro Jaya terjunkan 6.757 personel gabungan
Masih di tempat yang sama, Kadiv Hubinter Polri Irjen Pol Krishna Murti menambahkan, dari total 69 pelaku online scamming, terdapat 35 WNI saat ini telah diupayakan pemulanganya ke Tanah Air.
Upaya pemulangan puluhan WNI itu dilakukan oleh tim Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) Tangerang, Banten, pada Selasa (22/10) malam.
“Pemulangan 35 WNI korban TPPO dari negara Filipina ini terdiri dari delapan orang perempuan dan 27 orang laki-laki,” kata Krishna Murti.
Menurut Krishna, upaya penjemputan hingga pemulangan puluhan pelaku online scamming tersebut merupakan hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Filipina.
“Kegiatan ini dilakukan antara Divhubinter melalui atase Kepolisian Manila, Kedutaan Besar RI hingga Presidential Anti-Organized Crime Commission (PAOCC),” terangnya.
Terakhir, Krishna Murti menegaskan bahwa terhadap seluruh WNI yang dideportasi dari Filipina tersebut akan menjalani pemeriksaan lanjutan oleh Polri.
“Yang harus dicari tahu dengan proses pemulangan ini adalah siapa yang mengorganisir, bagaimana modusnya? Nanti Bareskrim, Polda Metro Jaya akan melakukan pendalaman terhadap itu,” jelas Krishna Murti.
Sementara itu, Wakapolresta Bandara Soetta AKBP Ronald Sipayung menambahkan bahwa pihaknya bersama Imigrasi telah melakukan langkah-langkah preventif.
Langkah-langkah tersebut seperti melakukan screening secara ketat terhadap proses dan prosedur keberangkatan para calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang hendak bekerja ke luar negeri.
Menurut Ronald, modus yang dilakukan oleh para CPMI salah satunya berangkat ke luar negeri dengan alasan berlibur kemudian transit ke salah satu negara sebelum ke negara tujuan.
Ronald menegaskan, pihaknya juga telah beberapa kali menggagalkan proses keberangkatan CPMI non-prosedural ke luar negeri.
Menurut dia, bagi yang memberikan fasilitas keberangkatan CPMI non-prosedural akan mendapatkan konsekuensi hukum yang berlaku.
“Kami terus berkomitmen melakukan pencegahan dan perlindungan bagi WNI agar tidak terjerumus dalam kegiatan ilegal di luar negeri,” pungkas Ronald.