Jakarta, Redaksinews.ID – Pemerintah memutuskan untuk menambah kuota penugasan impor beras tahun ini kepada Perum Bulog sebanyak 1,6 juta ton, setelah menugaskan impor sebanyak 2 juta ton pada akhir tahun 2023 lalu. Padahal, di awal tahun ini, Bulog masih harus merealisasikan pemasukan 500.000 ton beras impor. Ini adalah bagian dari penugasan kepada Bulog untuk impor tahun 2023 yang mencapai 3,5 juta ton.
Jika importasi ini diselesaikan sepenuhnya oleh Bulog sampai akhir tahun 2024 nanti, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan cetak rekor baru impor beras terbanyak. Yakni, mencapai 4,1 juta ton. Ini adalah beras untuk kebutuhan umum. Selain ini, Indonesia masih mengimpor beras jenis lain, seperti beras Basmati, beras pecah, dan beras khusus.
Lalu untuk apa pemerintah mengimpor beras jor-joran tahun ini? Apakah produksi beras domestik tak akan mencukupi kebutuhan bulanan 2,5 juta ton?
Apakah rencana penambahan kuota impor ini karena sejak tahun 2022 produksi beras nasional terus anjlok?
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi enggan menjawab lebih detail soal alasan sebenarnya pemerintah menambah kuota impor beras Bulog untuk tahun ini. Impor dilakukan untuk memperkuat cadangan pangan pemerintah (CPP).
Arief pun hanya menunjukkan data produksi beras nasional sejak tahun 2021.
Data itu menunjukkan produksi beras periode Januari-Maret 2024 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan 3 tahun sebelumnya. Di mana pada periode yang sama di tahun 2021-2022 produksi beras dalam negeri untuk bulan Januari berada di 1,2-1,42 juta ton, Februari 2,34-2,35 juta ton, dan Maret pada masa panen raya berada di 5,49-5,57 juta ton.
Sedangkan hasil produksi beras di periode yang sama tahun 2023 mulai anjlok, yakni berada di 1,34 juta ton di bulan Januari, 2,85 juta ton di Februari, dan Maret 5,13 juta ton. Sementara produksi di tahun 2024 mengalami defisit dengan estimasi hasil panen bulan Januari hanya 910 ribu ton, Februari 1,39 juta ton, namun bulan Maret diprediksi mencapai 3,51 juta ton.
Baca: Bocoran Airlangga: Jokowi Mau Beri Petani Diskon Pupuk Non Subsidi 40%
“Kita harus punya CPP. Harus ada selalu minimal 1,2 juta ton, walau sudah melakukan intervensi. Pemerintah akan siapkan CPP di Bulog,” kata Arief kepada Redaksinews via telepon, Senin (26/2/2024).
Pemerintah, lanjut dia, saat ini fokus untuk menyelesaikan penugasan pertama yang diberikan kepada Bulog.
“Fokus pengadaan 2 juta ton pengadaan luar negeri dulu. Secepatnya,” ujar Arief.
Namun, Arief mengatakan tak bangga dengan importasi, melainkan harus tetap mendorong produksi beras dalam negeri.
“Ayo dorong produksi dalam negeri. Jangan bangga sama impor. Pak Mentan (Menteri Pertanian) sampaikan, salah satu yang diperlukan subsidi pupuk, pompanisasi jangan telat,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Arief, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan Menteri BUMN Erick Thohir untuk memberi arahan kepada Direktur Utama Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) Rahmad Pribadi, dalam memberikan program diskon pupuk ke petani.
Sebelumnya, Direktur Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Arif Sulistyo mengungkapkan, neraca beras nasional tahun ini tercatat ada 7,89 juta ton beras stok akhir tahun 2023.
Sementara, kebutuhan nasional tahun 2024 diprediksi mencapai 31,21 juta ton dengan taksasi produksi mencapai 32 juta ton. Produksi ini dikhawatirkan kurang untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun. Apalagi, BPS telah memprediksi ada potensi defisit 2,82 juta ton beras di periode Januari-Februari 2024.
“Berdasarkan Rakortas Kementerian Koordinator Perekonomian tanggal 5 Februari 2024 terdapat penambahan impor beras untuk keperluan umum sebesar 1,6 juta ton,” katanya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2024 yang ditayangkan akun Youtube Kemendagri, Senin (26/2/2024).
“Untuk alokasi tambahan yang 1,6 juta ton sampai saat ini masih dalam proses untuk perubahan Neraca Komoditas agar dapat dilakukan permohonan Persetujuan Impornya. Jadi untuk yang 1,6 juta ton ini kami belum menerbitkan PI-nya (Persetujuan Impor),” tambahnya. (Red)